Gaskanindonesia.Luwu Timur – PT. Prima Utama Lestari (PT. PUL), sebuah perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Desa Ussu, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, diduga membangun Terminal Khusus (Tersus) tanpa dilengkapi dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) sebagaimana diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan nasional.
Tak hanya itu, PT. PUL juga disinyalir tidak membayar kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas pemanfaatan ruang dan jasa pelabuhan. Terminal Khusus ini dibangun untuk menunjang kegiatan ekspor hasil tambang nikel dari konsesi pertambangan PT. PUL, yang berlokasi tidak jauh dari garis pantai Pelabuhan Malili. Aktivitas di terminal tersebut disebut telah berlangsung sejak beberapa waktu lalu, meski tanpa kejelasan status legalitas tata ruangnya.
Warga dan pegiat lingkungan setempat mempertanyakan legalitas pembangunan fasilitas itu, karena belum ditemukan adanya dokumen PKKPR yang dikeluarkan melalui sistem OSS atau Kementerian ATR/BPN. Padahal, sejak diberlakukannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya, setiap pembangunan fisik yang memanfaatkan ruang secara permanen—termasuk pelabuhan, terminal khusus, dan industri—wajib memiliki PKKPR sebagai prasyarat sebelum memperoleh izin lingkungan dan perizinan berusaha lainnya.
Ketua LSM Pemerhati Lingkungan Sulawesi Selatan, R. Mahfud, menilai bahwa tindakan tersebut tidak hanya melanggar tata kelola perizinan, tapi berpotensi kuat masuk dalam kategori tindak pidana korupsi karena merugikan keuangan negara. “PNBP tidak dibayar, ruang digunakan tanpa izin, perusahaan mendapat keuntungan. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini bisa masuk pidana korupsi,” tegasnya, Sabtu (21/7).
Merujuk pada Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, setiap orang atau korporasi yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri dan merugikan keuangan negara dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar. Hal ini diperkuat oleh beberapa preseden hukum di mana pengusaha yang menghindari pembayaran PNBP dan membangun fasilitas tanpa izin ruang dijatuhi hukuman pidana.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak PT. PUL maupun dari Dinas Penanaman Modal atau Dinas Perhubungan Luwu Timur terkait legalitas pembangunan Tersus tersebut. Sementara itu, pihak masyarakat telah mengajukan akan surat pengaduan resmi ke Polda Sulsel guna mendorong proses penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran ini.(*)